Mari Sempurnakan Ibadah di Sepertiga Terakhir Ramadhan

Mari Sempurnakan Ibadah di Sepertiga Terakhir Ramadhan
Tanpa terasa, Ramadhan tahun 1438 H ini sudah menginjak sepertiga terakhir yang merupakan bagian yang paling istimewa dalam Ramadhan. Pada bagian inilah, probabilitas terbesar malam lailatur qadar, yaitu satu malam yang setara dengan seribu bulan dalam nilai ibadah. Rasulullah mengistimewakan sepertiga terakhir ini dengan meningkatkan ibadahnya. 

Lalu, bagaimana dengan kita? Secara umum, jumlah jamaah shalat Tarawih di masjid dan mushalla semakin berkurang. Sebagian besar dari energi dan waktu yang kita miliki sudah digunakan untuk memikirkan dan mempersiapkan lebaran Idul Fitri. Pusat perbelanjaan dipenuhi dengan pengunjung yang ingin membeli baju baru dan pernik-pernik lebaran lainnya. Keluarga di rumah juga mulai disibukkan dengan membuat beragam kue atau merapi-rapikan rumah guna menyambut kedatangan tamu.

Demikian pula, mereka yang barada di rantau pada akhir Ramadhan ini sudah mulai mudik ke kampung halaman di mana ia dilahirkan. Ini perjalanan yang tidak mudah karena membutuhkan ongkos besar mengingat sebagian besar ingin pulang pada saat yang bersamaan. Waktu yang dibutuhkan juga cukup panjang jika menggunakan moda transportasi darat karena kemacetan terjadi di mana-mana. Belum lagi menyiapkan beragam oleh-oleh untuk kerabat di rumah.

Pemerintah juga disibukkan untuk melayani masyarakat yang bepergian agar semuanya berjalan dengan lancar. Para polisi dikerahkan menjaga kelancaran arus lalu lintas. Beberapa bulan sebelumnya, jalan-jalan sudah diaspal ulang agar saat perjalanan mudik atau balik tidak ada ganggung di jalan. Televisi dan sumber informasi lainnya secara terus-menerus melaporkan perkembangan arus mudik dan persiapan Lebaran.

Lebaran Idul Fitri merupakan perayaan terbesar di Indonesia. Banyak hal yang dipersiapkan untuk menyambut Idul Fitri ini jauh hari sebelumnya, utamanya adalah pada 10 hari terakhir yang juga merupakan hari-hari paling istimewa selama Ramadhan. Kini saatnya kita mulai memikirkan bagaimana mengombinasikan agar dua hal yang penting bagi umat Islam Indonesia ini bisa berjalan dengan baik. Lebaran merupakan tradisi khas di Nusantara. Bagi umat Islam di belahan dunia lainnya, perayaan Idul Fitri tidak semeriah di Indonesia. 

Agar kita bisa memaksimalkan akhir Ramadhan dengan baik sekaligus mempersiapkan diri untuk menyambut Lebaran, maka manajamen waktu harus diterapkan. Teknologi juga telah membantu agar banyak hal terkelola dengan baik. Banyak hal yang bisa disiapkan jauh sebelum Ramadhan tiba untuk persiapan Idul Fitri. Pemesaan tiket kereta api atau pesawat terbang sudah bisa dilakukan tiga bulan sebelumnya. Beli baju lebaran mestinya juga bisa dilakukan sebelum puasa. Kue-kue kering sebaiknya dibikin sebelum sepuluh hari terakhir Ramadhan. Dengan demikian, jika hal-hal teknis bisa disiapkan sebelumnya, maka kita bisa fokus memaksimalkan sepuluh hari terakhir untuk beribadah. 

Ada sejumlah masjid yang menggelar iktikaf pada sepuluh hari terakhir tersebut, tapi jumlah yang menyelenggarakannya belum terlalu banyak. Mereka memberi ruang bagi para mencari keberkahan. Tentu saja, jika kita berupaya memanfaatkan momen istimewa ini secara bersama-sama, maka akan menambah semangat bagi untuk meningkatkan ibadah dibandingkan dengan beribadah sendiri yang kadang kala dilanda dengan kebosanan.

Pada akhir Ramadhan ini, hal baik yang paling massif adalah upaya pengumpulan zakat. Lembaga dan masjid yang membuat kepanitiaan zakat mengingatkan kepada kaum Muslimin untuk membayar zakat fitrah dan zakat mal serta menyarahkan masyarakat untuk beramal dalam bentuk infaq dan sedekah. Para aghniya atau orang kaya tak jarang yang membagi-bagikan bingkisan kepada tetangga di kiri dan kanan rumahnya. Ini merupakan hal baik yang terus dijaga dan terus dikembangkan. 

Banyak di antara kita yang belum bisa mengelola dengan baik dalam memanfaatkan Ramadhan sebagai bulan paling baik untuk beribadah. Sebagian bahkan sudah mencapai klimaksnya pada pekan-pekan pertama bulan puasa ini dengan rajin shalat Tarawih, taradus Al-Qur’an atau mengikuti kajian agama. Tapi semakin mendekati akhir Ramadhan, intensitasnya semakin berkurang. Bahkan beberapa di antaranya sudah tidak lagi menjalankan puasa. 

Perjalanan Ramadhan itu seperti perlombaan lari jarak jauh sepanjang 29 atau 30 kilometer jika dalam satu hari disetarakan dengan perjalanan satu kilometer. Ramadhan bukan lari 100 atau 200 meter yang mana kita berlomba-lomba memaksimalkan seluruh tenaga untuk jarak sependek itu, lalu istirahat. Lari jarak jauh membutuhkan kemampuan untuk mempertahankan stamina dan mental karena semakin mendekati finish, energi kita sudah banyak yang terkuras, bahkan banyak di antaranya yang sudah tak mampu melanjutkan perjalanan. Mereka yang menjadi juara adalah orang yang mempertahankan kestabilan energi dan mentalnya, lalu menggunakan semaksimal mungkin saat mendekati garis finish.

Kesadaran untuk memaksimalkan waktu paling istimewa dari yang istimewa ini harus terus dikampanyekan. Tidak hanya dengan imbauan individu, tetapi merancang bagaimana masjid-masjid menggelar iktikaf bersama, menggerakkan para kiai dan ustadz untuk mendorong masyarakat memanfaatkan momen Ramadhan terakhir, termasuk juga mendidik masyarakat mengatur persiapan Lebaran secara beriringan dengan ibadah secara maksimal sehingga dua-duanya bisa berjalan dengan baik. Akhirnya, jika kita berhasil melalui Ramadhan dengan baik, jika berhasil menuntaskan perjuangan dan meraih kebersihan diri pada Idul Fitri. (Achmad Mukafi Niam)

Referensi : http://www.nu.or.id/post/read/91722/mari-sempurnakan-ibadah-di-sepertiga-terakhir-ramadhan

Comments